Nabirekab.go.id – Sebanyak 32 perangkat desa asal Kabupaten Nabire, Papua melakukan studi banding ke Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 19-23 Juli 2016 silam. Tujuannya untuk mempelajari program smart kampung dan e-village budgeting yang dicetuskan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
“Kami ingin melihat potensi desa, pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dan mengenal program smart kampung. Itu masih diterapkan satu-satunya di Banyuwangi. Smart city saja belum semua kota menerapkan dan malah smart kampung bisa dilaksanakan di Banyuwangi. Kami juga berharap e-village budgeting bisa diaplikasikan ke Nabire,” kata bendahara Kampung Wanggar Makmur, Eko Adi Purnomo di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jumat (22/7/2016).
Eko menyebut 32 perangkat desa itu berasal dari distrik Wanggar, Nabire Barat, Makimi, Uwapa, dan Napan. Dia berharap program smart kampung dapat diterapkan di Nabire. Dia ingin memotong mata rantai birokrasi untuk memberikan pelayanan bagi warga kampungnya.
“Untuk integrasi smart kampung perlu proses untuk mengusulkan ke pemda setempat. Kalau daerah transmigran dan pesisir itu bisa cepat langsung kita layani, kalau daerah yang tranportasinya susah butuh waktu 3-7 hari karena jalan kaki dari desa ke kecamatan,” cetusnya. Soal kendala jarak, diakui Eko memang menjadi penghalang untuk memberikan pelayanan yang cepat. Tak hanya itu masalah telekomunikasi yang belum merata juga menjadi hambatan untuk membangun infrastruktur IT di wilayahnya.
“Sebenarnya kami langsung melayani warga hanya memang ada kendala jarak. Misalnya saja dari kampung ke kota ada yang harus menempuh perjalanan sejauh 32 Km bahkan harus menyewa pesawat helipad dengan biaya sampai Rp 45-48 juta untuk sekali ngantar. Terhambatnya pembangunan di Papua karena masalah transportasi dan biaya,” cetusnya. “Sinyal ponsel pun tidak selalu ada tapi kami bisa memulai dengan aplikasi offline. Mencoba memulai supaya tertib administrasi, pelayanan lebih cepat dan transparan mengingat dana desa yang dikucurkan tiap tahun cukup besar sekitar Rp 600-700 juta,” tambahnya.
Eko menjelaskan untuk melaksanakan studi banding ini dianggarkan oleh perangkat desa dari 12 kampung di 5 distrik sejak setahun yang lalu melalui Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Kampung (RAPBK). Transmigran asal Sumbermulyo, Banyuwangi ini berharap dapat menyerap ilmu mengenai transparansi anggaran yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi dari program e-village budgeting dan smart kampung.
“Kita susun ini dari tahun lalu dimasukkan ke RAPBK. Jadi ini inisiatif muncul dari keprihatinan teman-teman pengelola desa, kami menyadari SDM kami masih minim namun dituntut untuk mengelola dana pusat yang besar dengan pertanggungjawaban. Kami masih kesulitan dan diharapkan kalau melihat proses administrasi desa, kami ingin proses perencanaan pembangunan, penyaluran anggaran dana desa sampai ke pelaporan bisa dilaksanakan dengan transparan,” tandasnya.
Mantan tenaga ahli Kabupaten Nabire bidang pembangunan dan partisipatif masyarakat, Rutherford Maniagasi, menambahkan pariwisata di daerahnya tidak kalah dengan Banyuwangi. Oleh karenanya Rutherford berharap dengan perencanaan dan pengelolaan anggaran dengan baik potensi pariwisata di daerahnya dapat dikelola dengan maksimal.
“Di Nabire motifnya tidak kalah jauh dari Banyuwangi, misalnya di kabupaten Nabire ada daerah pesisir, lembah ada beberapa Sumber Daya Alam khususnya di lima kampung. Ada sungai-sungai yang potensial tapi belum dikembangkan masyarakat daerah. Ada juga wilayah pantai di Watisore dengan pemandangan hiu putih tapi belum ada sentuhan dari pemda. Banyak obyek wisata yang bagus tapi belum ada sentuhan, khususnya daerah pariwisata laut (pantai) di daerah Makimi, Masipawa dan kampung Weinami,” tukas Rutherford.
Sementara itu Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPM-PD) Kab. Banyuwangi, Suyanto Waspo Tando menjelaskan materi yang diberikan sesuai dengan permintaan dari pihak perangkat desa Kabupaten Nabire. Materi yang mereka ingin pelajari soal perencanaan dan pengelolaan keuangan desa dan BUMDes.
“Kemarin belajar soal penatausahaan keuangan desa dan BUMDes.di Desa Sumber Bulu, Songgon dan Sumber Arum. Mereka ingin menerapkan sistem perencanaan anggaran berbasis IT seperti e-village budgeting tapi mereka juga mengeluhkan soal infrastruktur IT yang belum seperti di Banyuwangi. Saya menyarankan yang penting ada niat dan mulai dicicil dari kampung terdekat dengan kota. Saya juga mengingatkan perlu adanya harmonisasi kepala kampung dengan badan musyawarah kampung dan bendahara kades,” jelas Suyanto.
Pria yang akrab disapa Yayan ini mengapresiasi semangat yang dimiliki oleh perangkat desa di Kabupaten Nabire yang ingin memajukan daerahnya. Dia juga membuka diri untuk saling berbagi pengalaman.
“Mereka mengakui SDM yang dimiliki masih kurang, adanya transmigran juga diterima dengan tangan terbuka. Tidak ada perbedaan mencolok antara pribumi dengan pendatang semuanya sudah membaur jadi mudah untuk saling bertukar pikiran. Soal studi lanjutan, kami pada posisi pasif namun sudah kami beri kontak telepon atau email kalau misal masih kurang soal penataan keuangan pasti kami kirimkan,” tukasnya.
Sumber : http://news.detik.com/berita-jawa-timur/3259340/32-perangkat-desa-asal-nabire-papua-belajar-smart-kampung-di-banyuwangi
1,309 orang membaca tulisan ini